Tujuan
utama pemuliaan ternak adalah meningkatkan produktivitas (produksi anak,
pertumbuhan, dan produksi susu) melalui perbaikan mutu genetik.
A. Bibit
( Peraturan Menteri Pertanian No 54/ Permentan/OT.140/10/2006
1)
Klasifikasi
Bibit sapi Brahman Cross diklasifikasikan
menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :
(1) Bibit dasar (elite atau foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur
yang mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai rata-rata
(2) Bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar
(3) Bibit sebar
(commercial stock), diperoleh dari pengembangan bibit induk.
2)
Standar Mutu
Bibit
ternak sapi Brahman Cross harus memenuhi
persyaratan teknis minimal :
(1) Persyaratan umum
§ Sehat
dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata, tanduk patah, pincang,
lumpuh, kaki dan kuku abnormal, serta
tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya.
§
sapi
bibit betina harus bebas dari cacat alat
reproduksi, abnormal ambing, serta tidak menunjukkan gejala kemajiran
§
Sapi
bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat
kelaminnya
(2) Persyaratan Khusus:
Sifat
Kualitatif
|
Sifat
Kuantitatif
|
·
Warna
pada jantan putih/ abu-abu, pada betina putih/ abu-abu atau merah
·
Badan
besar, kepala relatif besar
|
·
Betina
umur 18-24 bulan tinggi gumba kelas III minimal 112 cm
·
Jantan
umur 24-36 bulan, tinggi gumba kelas III minimal 125 cm
|
B.
Seleksi Bibit
Seleksi
sapi Brahman Cross dilakukan berdasarkan performan anak dan individu calon
bibit sapi Brahman tersebut, dengan menggunakan kriteria seleksi sebagai
berikut :
1)
Induk yang dipilih meliputi :
(1) Sapi induk harus
dapat menghasilkan anak secara teratur
(2) Anaknya (Jantan
maupun betina) tidak cacat dan mempunyai rasio bobot sapih/ weaning weight ratio (umur sapih 105
atau 205 hari) di atas rata-rata
2)
Induk yang disingkirkan /afkir meliputi :
(1)
Tidak
produktif (dua tahun berturut-turut tidak melahirkan)
(2)
Sakit
(abortus, dll)
(3)
Kesulitan
beranak dan broyongen (Prolapsus uteri)
(4)
Nakal
atau galak
(5)
Cacat
atau mengalami kecelakaan
(6)
Tua
(telah umur > 8 Th)
(7)
Rata-rata
berat sapih anak rendah
(8)
Anak
cacat
3)
Calon pejantan yang dipilih meliputi
(1) Bobot sapih
terkoreksi terhadap umur 105 atau 205
hari, umur induk dan musim kelahiran di atas rata-rata
(2) Bobot badan
terkoreksi umur 365 hari di atas rata-rata
(3) Pertambahan bobot
badan antara umur 1-1,5 tahun di atas rata-rata
(4) Bobot badan umur 2
tahun di atas rata-rata
(5) Libido dan kualitas
spermanya baik
(6) Penampilan fenotipe
sesuai dengan bangsa sapi Brahman dengan
warna putih
(7) Kaki dan teracak
kokoh kuat dan tidak pincang.
4)
Calon Induk yang dipilih meliputi
(1) Bobot sapih
terkoreksi terhadap umur 105 atau 205
hari, umur induk dan musim kelahiran di atas rata-rata
(2) Bobot badan
terkoreksi umur 365 hari di atas rata-rata
(3) Penampilan fenotipe
sesuai dengan bangsa sapi Brahman
(4) Tidak cacat dan sakit
5) Berat Sapih
Berat
sapih adalah berat pada saat pedet dipisahkan pemeliharaannya dengan induk.
Berat sapih merupakan salah satu ukuran untuk menentukan tingkat pertumbuhan
ternak dari saat dilahirkan sampai disapih. Standarisasi bobot
sapih yang paling umum 205 hari. Berat sapih merupakan sifat yang paling awal
dan murah yang dapat digunakan dalam kriteria seleksi. Berat Sapih sangat penting dalam melakukan
seleksi karena dapat memberikan gambaran kemampuan produksi induk maupun
kemampuan mengasuh anak serta kemampuan tumbuh pedet itu sendiri.
C. Pengukuran Ternak
Parameter yang diukur dan alat ukurnya adalah
sebagai berikut :
1)
Berat
Badan (BB)
(1) Penimbangan
dilakukan dengan menggunakan timbangan kapasitas 100 Kg untuk berat badan
sampai dengan 50 Kg dan timbangan kapasitas 1.000 Kg untuk berat badan lebih
dari 50 Kg atau menggunakan asumsi dengan pita
ukur (measuring tape) yang ada korelasi antara lingkar dada dab berat
badan
(2) Penimbangan
dilakukan pagi hari sebelum sapi diberi makan
(3) Hasil
penimbangan dinyatakan dalam Kilogram (Kg)
2)
Tinggi
Gumba (TG)
(1) Pengukuran
dilakukan dengan tongkat ukur/pita ukur 200 Cm
(2) Pengukuran
dilakukan dengan mengukur jarak tegak lurus dari tanah sampai dengan puncak
gumba di belakang punuk
(3) Hasil
pengukuran dinyatakan dalam Centimeter (Cm)
3)
Lingkar
Dada (LD)
(1) Pengukuran
menggunakan pita ukur 200 Cm
(2) Pengukuran
dilakukan dengan melingkari dada melewati rusuk ke-8 belakang bahu
(3) Hasil
pengukuran dinyatakan dalam Centimeter (Cm)
4) Panjang Badan (PB)
(1) Pengukuran
menggunakan pita ukur 200 Cm
(2) Pengukuran
dilakukan dengan mengukur jarak tulang bahu dan tulang paha terjauh
(3) Hasil
pengukuran dinyatakan dalam Centimeter (Cm)
5)
Lingkar
Skrotum (Scrotal circumference)
(1) Pengukuran
menggunakan pita ukur skrotum
(2) Pengukuran
dilakukan dengan melingkarkan pita pada bagian terlebar skrotum
(3) Hasil
pengukuran dinyatakan dalam Centimeter (Cm)
D. Perkawinan
Metode
perkawinan dapat dilakukan dengan pejantan kawin alam (1 pejantan/ 10 betina/
tahun) atau Inseminasi Buatan (IB) dengan mencegah perkawinan saudara
(inbreeding). Pertimbangan penting dalam pemilihan perkawinan adalah sebagai
berikut :
No
|
Uraian
|
Kawin
Alam
|
IB
|
1
|
Batas
pemakaian 1 pejantan
|
2 tahun
diganti
|
2 tahun
diganti
|
2
|
Tingkat
kebuntingan
|
± 80%
|
± 60%
|
3
|
Penyebaran
penyakit melalui perkawinan
|
Lebih cepat
|
Relatif
tidak terjadi
|
4
|
Kualitas
pejantan
|
Tidak
bersertifikat
|
Bersertifikat
|
5
|
Syarat
pelaksanaan
|
Tersedia
pejantan dengan nafsu kawin/ libido tinggi, kandang pejantan
|
Tersedia
straw, N2 cair, container, petugas IB dan perlengkapan IB, pengetahuan
pengamatan birahi/ adanya pelacak birahi, kandang jepit
|
Program
perkawinan Brahman Cross di lapangan
terdapat beberapa alternatif perkawinan dengan
bangsa pejantan :
1)
Brahman
(IB), anak betinanya dikawinkan lagi
(silang balik) (back crossing) dengan
Brahman murni (IB) untuk membentuk Brahman yang
komposisi darah Brahmannya lebih dari 90 % .
2) Simmental (IB), mempunyai efek
heterosis (rata-rata anaknya lebih baik dari rata-rata tetuanya), anaknya
disebut Simbrah Indonesia
(Simmental-Brahman).
3) Brahman Cross (kawin alam), anak hasil
bunting bawaan diseleksi untuk dijadikan pejantan unggul dan dikawinkan
sesamanya.
E. Ternak Pengganti (Replacement
Stock)
Pengaturan ternak
pengganti dilakukan sebagai berikut :
1)
Calon
bibit betina dipilih 25% terbaik untuk replacement,
10% untuk pengembangan populasi kawasan, 60% dijual ke luar kawasan sebagai
bibit, dan 5 % dijual sebagai ternak afkir
2)
Calon
bibit jantan dipilih 10% terbaik pada umur sapih dan bersama calon bibit betina 25% terbaik dimasukan pada
uji performa
F. Recording
(Catatan)
Recording harus dibuat sederhana dan mudah
dimengerti. Sehingga dapat memberi
informasi ternak secara individu maupun keseluruhan. Recording tersebut meliputi
1) Identitas sapi (no sapi/ nama, bangsa,
kelamin, tanggal lahir, silsilah , gambar/foto),
2) Reproduksi (Perkawinan, melahirkan,
catatan kebuntingan, kasus infertilitas, keguguran, prolapsus uteri, serta gangguan reproduksi lainnya),
3) Kesehatan ternak (pengobatan,
vaksinasi, penyakit yang diderita, hasil pemeriksaan laboratorium),
4) Pengukuran (minimal berat badan saat
lahir, sapih, 1 tahun),
5) Mutasi ternak.
Contoh informasi yang dapat ditulis dalam sistem recording:
(1)
Inseminasi Buatan
·
Nomor ear tag sapi
·
Tanggal IB
·
Jumlah IB
·
Petugas IB
·
Nomor bacth straw dan nama pejantan
(2)Pemeriksaan Kebuntingan
·
Nomor ear tag sapi
·
Tanggal PKB
·
Umur kebuntingan
·
Petugas
·
IB terakhir
(3)Pemeriksaan
Klinis Reproduksi
·
Nomor ear tag sapi
·
Petugas
·
Hasil pemeriksaan
klinis reproduksi
·
Alasan pemeriksaan
klinis reproduksi
(4)Kelahiran
·
Nomor induk
·
Nomor anak
·
Nomor pejantan
·
Tanggal kelahiran
·
Kondisi anak waktu lahir
·
Proses kelahiran
·
Warna anak
·
Berat lahir
(5)Berat badan, tinggi gumba, lingkar dada dan panjang badan
·
Tanggal pengukuran
·
Nomor ear tag sapi
·
Umur sapi saat pengukuran
·
Petugas
·
Hasil pengukuran
(6)Produksi susu
·
Tanggal pemerahan
·
Nomor ear tag sapi
·
Jumlah laktasi
·
Produksi susu pagi dan sore
hari
·
Kadar lemak
(7)Pubertas
·
Berat saat birahi pertama
·
Umur saat birahi pertama
(8)Gangguan reproduksi
·
Nomor ear tag sapi
·
Tanggal kejadian
·
Nama gangguan reproduksi
(9)Pemeriksaan populasi/ Stock Opname
·
Tanggal pemeriksaan
·
Nomor ear tag sapi
·
Jenis sapi
·
Seks atau jenis kelamin sapi
·
Lokasi kandang sapi
·
Jumlah pemeriksaan
Catatan
yang baik adalah yang mudah dimengerti,
sederhana tetapi lengkap dan teliti. Catatan tidak boleh hilang dan
dilaksanakan secara terus-menerus sehingga dapat berguna terutama untuk seleksi
dan peningkatan produktivitas ternak.
G. Sertifikasi
Sertifikasi
dapat dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi. Dalam hal ini belum ada lembaga sertifikasi
yang terakreditasi, sertifikasi dapat dilakukan oleh lembaga yang ditunjuk oleh
pejabat yang berwenang (BPTU, Dinas Peternakan, asosiasi)
Sertifikasi
bertujuan untuk meningkatkan nilai ternak.
Sertifikat bibit sapi terdiri dari:
1) sertifikat proven bull untuk sapi jantan hasil uji progeny
2) sertifikat pejantan dan betina unggul
untuk sapi hasil uji performans
3) sertifikat induk elit untuk sapi induk
yang telah terseleksi dan memenuhi standar,
No comments:
Post a Comment